Bosan dengan ingar-bingar media sosial yang penuh fitnah, kepalsuan, celaan, dan risakan, Dul Muin berancang-ancang untuk menutup akun facebooknya. Setelah merenung cukup panjang dengan berbagai pertimbangan, akhirnya ia berkesimpulan bahwa media sosial lebih banyak mudaratnya. Kebaikan yang didapatkannya jauh lebih sedikit daripada keburukannya.
Ia mengingat-ingat kembali awal mula menjadi pengguna media sosial. Perkenalannya dengan dunia
maya diawali oleh bujukan Marjuin yang kala itu baru pulang dari Malaysia.
Katanya, jika Dul Muin membuat akun facebook, ia dapat berjumpa dengan
kawan-kawan sekolahnya yang sudah lama hilang kontak. Selain itu, dia juga bisa
lebih sering berkomunikasi dengan Marjuin saat nanti kembali ke tanah rantau.
Marjuin juga menyampaikan bahwa di dunia maya Dul Muin akan dipertemukan dengan
pengetahuan-pengetahuan yang luas, yang tak didapatnya di bangku sekolah. “Mau
ilmu apa saja pokoknya lengkap. Dari ilmu masakan sampe ilmu sihir ada,”
katanya.
Tak perlu waktu lama untuk membuat lelaki kerempeng itu terbujuk rayuan Marjuin.
Berbekal ponsel Nokia 6680, ia mencoba belajar manjadi manusia gaul. Akun facebook
pun dibuat atas bantuan Marjuin.
Lewat
akun itu, Dul Muin mulai ragu terhadap apa yang disampaikan Marjuin tempo hari.
Ia menganggap bujukan tersebut tak lebih baik dari iklan pembesar otot dan
pembesar lainnya. Sudah seminggu lebih ia menggunakan facebook, tapi tetap
sedikit, tidak seperti teman Marjuin. Ia mulai bimbang, lalu suatu waktu datang
ke Marjuin menanyakan permasalahan itu.
“Ju, ini
kok saya temannya sedikit sekali? Padahal sudah kutambahkan banyak orang kayak
yang kamu ajarkan itu,” kata Dul Muin.
“Sini,
coba kulihat.”
Dul Muin
menyodorkan ponselnya. Marjuin lalu mengutak-atik. Meng-klik sana-sini. Lalu dengan
dahi mengernyit dia berkata, “Yah, pantas saja ndak ada yang mau menerima
pertemananmu. Foto profilmu begini sih.”
“Jadi,
harus bagaimana?”
“Foto
profil itu harus keren. Jangan kampungan begitu.”
“Mau
bergaya bagaimana lagi wong itu sudah mentok, Ju?”
“Nih,
pake kameraku. Di dalam juga ada aplikasi yang bisa membuat tampangmu keren.”
“Memangnya
tampangku ndak keren ya?”
“Keren
sih... Kalau dilihat dari lubang sedot tinja.”
****
Dul Muin
senang bukan main. Ponsel yang dibeli Majuin di Malaysia itu terbukti mampu
mengubah banyak hal dari struktur wajahnya. Bintik-bintik hitam akibat
terpanggang matahari segera hilang. Pipinya yang kisut jadi berisi. Warna
kulitnya menjadi terang. Semuanya hanya dengan menjentikkan jari. Ajaib benar.
Bukan
sulap, bukan pula sihir. Setelah Dul Muin mengubah foto profil, banyak akun
yang menerima permintaan pertemanannya. Bahkan tidak sedikit juga cewek khilaf
yang meminta pertemanan kepadanya.
Dul Muin
senang akunnya ramai. Perlahan-lahan apa yang pernah disampaikan oleh Marjuin
beberapa waktu sebelumnya menemui kebenaran. Sejumlah temannya yang lama lepas
kontak kini bisa berhaha-hihi dengannya di dunia maya. Teman ceweknya yang ia taksir
dulu ketika masih sekolah dasar kini juga berteman dengannya. Tapi, ia kini tak
berniat lagi mendekati cewek tersebut. Levelnya jauh di atasnya. Dul Muin tahu,
level mall tak bisa disandingkan dengan level warung kopi. Jauh antara langit
dengan kerak telor.
Sudah
sekian tahun Sariah, perempuan dambaan masa lalu Dul Muin itu, pindah ke
Bandung dan menjadi desainer. Saat bertemu di dunia maya, Dul Muin hanya bisa
mengkhayal untuk kemudian sadar bahwa dirinya masih jomblo, jomblo kepala lima.
Selain
bisa berjumpa di dunia maya dengan teman-teman lamanya, Dul Muin juga kian
mudah mendapatkan banyak informasi dari website yang dibagikan oleh teman-temannya
di akun media sosialnya masing-masing. Seiring dengan itu, wawasannya tentang
politik nasional, teknologi, gosip artis, ramalan bintang, dan sebagainya, kian
bertambah. Tak heran bila datang ke warung kopi, dia selalu mendominasi
pembicaraan, terutama kalau bicara tentang Jokowi. Dia adalah pendukung garis
keras presiden tersebut.
****
Kini
telah empat tahun Dul Muin bergelut dengan dunia maya. Banyak peristiwa yang didapatnya
dari produk modern tersebut. Satu hal yang tak pernah dilupakannya adalah perlakukan
sadis seorang cewek yang ia tembak di Facebook. Perlakuan sadis itu ia dapatkan saat
mereka janjian untuk bertemu di darat. Perempuan tersebut tak pernah muncul di
pantai Talang Siring, tempat keduanya janjian. Dul Muin kesal dan yakin bahwa sebetulnya
cewek tersebut datang ke sana, mengintainya untuk memastikan bahwa dirinya
adalah laki-laki normal yang layak dipacari. Tapi sial, si cewek ternyata
bertemu buaya darat dan laut yang menjadi tampan gara-gara aplikasi edit foto. Sejak
saat itu, akun facebook Dul Muin diblokir oleh cewek tersebut. Nomor ponselnya pun
tidak aktif. Satu kosog untuk si perempuan.
Setelah
beranjak kian jauh, media sosial bagi Dul Muin kini menyorongkan beragam hal
yang membuatnya merasa muak. Orang-orang, termasuk dirinya, tidak lagi sekadar
ingin bertukar kabar atau menjalin pertemanan, tapi sudah beranjak pada
narsisme. Banyak hal yang dulu hanya menjadi milik pribadi kini menjadi
konsumsi publik.
Selain
itu, media sosial telah menjadi medium untuk bertengkar, bahkan untuk hal-hal
yang sangat sepele. Di facebook, orang bertengkar sulit untuk selesai. Kalau Anda
datang ke fanspage-nya Jonru, Anda tidak akan menemukan kedamaian di sana. Tiap
hari selalu ada orang yang mengumpat, mencaci-maki, membodoh-bodohkan orang
lain, dan seterusnya.
Ada satu
isu, ramai. Setelah surut, muncul isu baru, ramai lagi. Begitulah facebook
bergerak tiap hari. Hanya berpindah saja dari satu masalah ke masalah lainnya.
Karena
itulah Dul Muin ingin segera menutup akun facebooknya.